Jumat, 18 Maret 2011

Menelaah/Analisis Sifat Manusia Berdasarkan Letak Geografisnya


KEBUDAYAAN JAWA


Negara Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dari negara-negara lain di seluruh dunia. Wilayah Indonesia sangatlah luas dari Sabang hingga Merauke, dan Indonesia itu sendiri berada di daerah khatulistiwa yang memiliki iklim tropis dan sub tropis. Negara ini memiliki banyak pulau, yang terdiri dari 33 Propinsi. Di setiap pulaunya terdapat berbagai suku budaya yang berbeda-beda, dan memiliki ciri khasnya masing-masing. Dari berbagai suku didalamnya, kita dapat menelaah bagaimana proses kehidupan dari masyarakat tersebut.

Salah satu yang akan saya bahas adalah mengenai Suku Jawa. Suku Jawa merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. (Sumber: Wikipedia Bahasa Indonesia). Penduduk ini pada umumnya hidup dengan bercocok tanam, kemudian hasilnya akan dipanen dan hasil penjualan panennya tersebut dijadikan sebuah penghasilan untuk mencukupi kebutuhan hidup masing-masing individu. Dalam melakukan segala aktivitasnya, penduduk suku Jawa tidaklah berpangku tangan kepada orang lain disekitarnya. Mereka bekerja dengan penuh ketekunan, keuletan, dan sigap dalam segala hal termasuk memberikan yang terbaik untuk panenya sehingga hasilnya akan bagus dan dapat memuaskan para pembelinya. Penduduknya sejak kecil telah terlatih untuk bekerja keras mencari penghasilan untuk hidupnya dan mereka tidak mudah menyerah akan sesuatu yang kemungkinan saja bisa membuatnya hilang semangat. Suku Jawa terkenal dengan kepribadian individunya karena menurut kebanyakan orang, penduduk suku tersebut ramah, lemah lembut, dan ciri khasnya terdapat pada kehalusan dalam bertutur kata serta adap kesopanan yang mereka miliki.

Dari ciri khas yang mereka miliki itu, terlihat sekali perbedaan dari masing-masing suku yang ada di Indonesia. Masyarakat menilai bahwa seseorang yang berketurunan Jawa pastilah lemah lembut, tetapi hal tersebut tidaklah selalu demikian. Karena kembali lagi kepada individunya masing-masing yang sudah pasti memiliki karakter yang berbeda-beda. Pada umumnya suku Jawa menggunakan bahasa Jawa dalam bertutur kata setiap harinya. Dalam sebuah survei yang diadakan majalah Tempo pada awal dasawarsa 1990-an, kurang lebih hanya 12% orang Jawa yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa mereka sehari-hari, sekitar 18% menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia secara campur, dan selebihnya hanya menggunakan bahasa Jawa saja.  

Dalam bahasa Jawa dikenal dengan istilah unggah-ungguh yang berarti bahwa suku Jawa memiliki aturan perbedaan kosa kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara. Suku Jawa sebagian besar menganut agama Islam, akan tetapi banyak pula yang menganut agama lain seperti Protestan, Khatolik, Hindu, dan Budha. Terdapat pula agama kepercayaan suku Jawa yang disebut agama Kejawen. Kepercayaan tersebut berdasarkan kepercayaan Animisme dengan pengaruh Hindu dan Budha.  Masyarakat Jawa terkenal akan sifat sinkretisme kepercayaannya. Semua budaya luar diserap dan ditafsirkan menurut nilai-nilai Jawa sehingga kepercayaan seseorang kadangkala menjadi kabur. ( Sumber: Wikipedia Bahasa Indonesia )

Dalam hal pekerjaan, banyak ditemukan pekerja yang berasal dari Suku Jawa dalam segala bidang. Akan tetapi orang Jawa lebih cenderung untuk bekerja sebagai seorang buruh maupun tenaga kerja Indonesia dibandingkan bekerja dalam bidang bisnis dan Industri. Hal tersebut dikarenakan kemampuan orang Jawa kurang menonjol dalam bidang bisnis dan industri. Dalam kebudayaan Jawa juga terkenal dengan tiga pembagian golongan sosialnya, diantaranya: kaum santri, abangan, dan priyayi.

Setiap wilayah suatu daerah memiliki bagian-bagian lapisan masyarakat, salah satunya lapisan masyarakat Jawa yang terdiri dari: Bendoro atau Bendoro Raden (golongan bangsawan keturunan raja-raja), Priyayi (para kaum terpelajar yang memang biasanya berasal dari golongan bengsawan juga), dan Wong Cilik (golongan sosial paling bawah). Orang Jawa juga terkenal dengan seni budayanya yang salah satunya meliputi pementasan wayang yang dipengaruhi oleh Hindu dan Budha. Repertoar cerita wayang atau lakon sebagian besar berdasarkan wiracarita Ramayana dan Mahabrata. Selain seni wayang juga terdapat seni batik dan keris yang merupakan dua bentuk ekspresi masyarakat Jawa. Musik gamelan juga memegang peranan penting dalam kehidupan budaya dan tradisi Jawa. Kepribadian orang Jawa sangatlah sopan dan halus dalam segala hal yang mereka lakukan setiap harinya, baik dengan orang yang lebih tua maupun yang lebih muda dari dirinya.

Akan tetapi mereka juga terkenal sebagai suku bangsa yang tertutup dan tidak mau terus terang, sehingga lebih kepada menyembunyikan perasaan mereka dari orang lain. Sifat tersebut dilatarbelakangi berdasarkan watak orang Jawa yang ingin menjaga keharmonisan atau keserasian dan menghindari konflik, karena itulah mereka cenderung untuk diam dan tidak membantah apabila terjadi perbedaan pendapat. Namun tidak semua orang Jawa memiliki sikap seperti itu, tergantung lingkungan dan adap yang diterapkan dalam daerahnya masing-masing. Karena dalam Suku Jawa, berbeda daerah maupun wilayah itu merupakan sudah menjadi perbedaaan diantara masing-masing individunya, baik dari segi kebudayaan, bahasa, adat istiadat, serta sikap dan sifatnya. Penduduk wilayah Jawa bagian timur lebih cenderung memiliki watak yang egaliter, lugas, terbuka, terus terang, apa adanya, dan tidak suka basa-basi.
Sistem kekerabatan masyarakat suku Jawa menganut prinsip Bilateral. Kerabat-kerabat dari pihak Ayah atau Ibu memiliki sebutan yang sama. Misalnya menyebut kakak perempuan dari Ayah atau Ibu dengan sebutan Bude. Suku Jawa juga tidak akan mempersoalkan dimana mereka akan tinggal sebelum mempunyai rumah sendiri dan itu berlaku bagi pasangan yang baru menikah. Karena menurut mereka selagi orang tua masih memiliki tempat tinggal, mereka masih tetap bisa tinggal dirumah orang tua dari pihak suami atau istri yang baru menikah tersebut.
Falsafah kebudayaan Jawa adalah keseimbangan, keselarasan, dan keserasian dengan tujuan untuk menghasilkan keharmonisan. Budaya jawa telah berkembang sejak zaman pra-sejarah. Tumpuan utamanya berdasarkan pada kepercayaan animisme dan dinamisme. Masyarakat Jawa juga percaya selain manusia, hal tersebut dapat dibuktikan dengan ditemukannya banguna-bangunan kuno yang berfungsi untuk mengadakan upacar religi dengan tujuan untuk memuja roh atau dewa yang menguasai jagat raya beserta isinya.